Aku melangkah menuju makam yang
terletak paling ujung. Aku berlutut di sana, dan membersihkan rerumputan kecil
yang tumbuh. Lalu kutaburkan bunga segar yang tadi kubeli. “hai .. adinda ..
hari ini, kanda datang..” kataku sambil mencium nisan nya. Aku menyapanya dan
mendoakannya dengan khusyuk. Setahun sudah setelah kepergiannya. Aku terdiam,
mengingat masa – masa bersamanya. Apa lagi, kesalahan terakhirku padanya, yang
mungkin benar – benar tak patut di maafkan.
* * *
“aku punya alasan untuk itu semua !”
kataku padanya. Aku menyudahi semua ini SEKARANG. Sebelum semuanya lebih jauh.
Dan aku akan sulit serta tersiksa saat harus meninggalkannya nanti. Karna cepat
atau lambat, aku pasti akan berpisah darinya. Dia hanya terdiam. Matanya
menerawang lurus ke depan. Tangannya menggenggam. Aku tau, ini pasti berat
untuknya, tapi, lebih baik ini terjadi sekarang, dari pada nanti saat aku harus
benar – benar pergi darinya. Dan sebelum lebih banyak lagi kenangan indah yang
tercipta, dan aku akan semakin berat melepasnya.
Aku tanpanya. Mungkin terlihat biasa
saja. Aku berusaha menjalani hari – hariku tanpa ada yang bisa membaca atau pun
menebak suasana hatiku. Tiga bulan lebih aku seperti itu. Hidup seperti biasa,
padahal hatiku sangat merindukan hadirnya. Dia ? dia masih tetap hadir dalam
hari – hariku. Masih menjaga perasaannya padaku. Bahkan ia memohon untuk
kembali padaku. Aku hargai perasaannya yang merindukanku. Sesungguhnya aku pun begitu.
Namun, aku tak ingin membuatnya banyak berharap. Jadi aku putuskan untuk
bersikap sedikit dingin padanya. Agar ia mudah untuk melepasku.
Di saat ujian akhir pun, dia selalu
memberiku semangat. Mengirimiku do’a dan mencurahkan perhatiannya padaku. Jujur,
itu lah yang membuatku memilihnya untuk mengisi hatiku. Ia tau, apapun yang
membuatku tidak nyaman. Ia selalu mengingatkanku tentang semuanya. Ia tau bahwa
aku tak bisa kedinginan, aku tak menyukai ayah tiriku, aku suka es krim dan
chiki, aku suka bermain basket, bola kaki, capoera, semuanya, dia tau itu.
Tapi, walau begitu, aku tetap harus meninggalkannya, sebelum aku larut lebih
jauh dalam rasa cintaku, dan tak mampu bahagia karnanya.
Hingga tiba saat nya aku harus pergi.
Benar – benar meninggalkan semuanya. Aku sudah mengikuti tes di Universitas
yang aku inginkan. Dan hasil nya pun, Alhamdulillah, sesuai dengan yang aku
harapkan. Dan Alhamdulillah, aku mendapatkan beasiswa. Dua minggu lagi, aku
akan berangkat ke Bandung, dan menetap di sana. Dia ? bagaimana dengan dia ?
aku sudah tak lagi melihatnya. Dan tak lagi mendapat kabar darinya. Aku terlalu
sibuk untuk persiapanku masuk ke Universitas yang sedari dulu aku damba kan.
Sehingga untuk menanyakan kabarnya pun, aku tak sempat.
Malam itu, saat aku sedang bersantai
di kamar, sambil bermain gitar, ponselku bergetar. Dan ternyata, dari nomor
yang tak kuduga. “fita” sahabat nya tiba – tiba menelfonku. Aku terdiam
sejenak. “ada apa ini ?” batinku. Aku segera mengangkat telfon itu.
“halo ?”
“halo. Kak Ilham..” kata seseorang di seberang sana.
“iya.. kenapa ?” Tanyaku.
“ini Fita. Hmmm .. Itu, Luna kak.”
“iya. Kenapa dia ?”
“Luna malam ini operasi kanker. Dia minta, sebelum dia operasi, dia mau ketemu sama kakak.”
“Operasi ? kanker ? yang bener aja !” kataku tak percaya.
“Iya kak. Dia punya penyakit kanker. Panjang ceritanya. Yang penting sekarang ke sini dulu. Di Rumah sakit M. DJAMIL. Kami tunggu.” Katanya padaku. Lalu tiba – tiba sambungan telfon itu putus.
“halo. Kak Ilham..” kata seseorang di seberang sana.
“iya.. kenapa ?” Tanyaku.
“ini Fita. Hmmm .. Itu, Luna kak.”
“iya. Kenapa dia ?”
“Luna malam ini operasi kanker. Dia minta, sebelum dia operasi, dia mau ketemu sama kakak.”
“Operasi ? kanker ? yang bener aja !” kataku tak percaya.
“Iya kak. Dia punya penyakit kanker. Panjang ceritanya. Yang penting sekarang ke sini dulu. Di Rumah sakit M. DJAMIL. Kami tunggu.” Katanya padaku. Lalu tiba – tiba sambungan telfon itu putus.
Aku tak percaya hal itu. “Bagaimana
bisa aku tak mengetahuinya ? kenapa dia tak pernah memberitahuku ? paling ini
hanya main – main.” batinku. Aku pun memutuskan tetap bermain gitar. Setengah
jam kemudian, ponselku kembali bergetar. Kali ini dari randi, sahabatku.
“Halo bro ! Ada apa ?”
“Lo lagi di mana ?”
“Di kamar nih, sama gitar gue, kenapa emang ?”
“Lo gila ha ? Lo bener – bener jahat, atau apa sih, lo gak tau keadaan Luna gimana sekarang ?”
“Ha ? Luna ? Maksud lo ?” ini membuat ku semakin bingung.
“Yang penting lo ke M. DJAMIL sekarang.” Katanya memerintahku, dan sama seperti tadi, tiba – tiba sambungan telfon itu terputus.
“Lo lagi di mana ?”
“Di kamar nih, sama gitar gue, kenapa emang ?”
“Lo gila ha ? Lo bener – bener jahat, atau apa sih, lo gak tau keadaan Luna gimana sekarang ?”
“Ha ? Luna ? Maksud lo ?” ini membuat ku semakin bingung.
“Yang penting lo ke M. DJAMIL sekarang.” Katanya memerintahku, dan sama seperti tadi, tiba – tiba sambungan telfon itu terputus.
Aku segera mengganti celana, dan
meraih jaket. Secepatnya aku melesat ke M.DJAMIL. kurang lebih butuh waktu
setengah jam untuk sampai ke M.DJAMIL dari rumahku. Aku terus berpikir, apa
yang sebenarnya terjadi. Seakan yang aku jalani ini hanya lelucon.
Aku sampai di M.DJAMIL dalam waktu 20
menit. Hal ini membuatku gila. Segera aku menuju ke tempat randi berada. Tapi
ternyata, dia sudah dioperasi dari setengah jam yang lalu. Aku terlambat, karna
kebodohanku tersebut. Dan karna kebodohan itu pula lah, aku tak bisa melihatnya
untuk yang terakhir kali. Operasinya gagal. Dia tak pernah bercerita tentang
penyakit kanker otak yang di deritanya. Dan akhirnya, dia lah yang benar –
benar pergi meninggalkan ku.
* * *
“Hey..” seseorang menepuk pundak ku.
“Udah satu tahun bro ! Jaga dia tetap hidup dalam hati lo.” Ucap seseorang itu
yang ternyata randi. Aku hanya tersenyum getir, menyesali semua nya. Namun, apa
boleh buat ? Semua sudah terjadi. Harusnya, aku bisa membahagiakannya, sebelum
akhirnya kita benar – benar terpisah. Belum tentu apa yang ada di pikiran saat
ini, akan sama dengan apa yang direncanakan Tuhan. Hanya saja, ada baiknya kita
menjaga seseorang itu, selama kita masih di beri kesempatan menjaga dan
menyayanginya. Sebelum dia yang akan benar – benar pergi meninggalkan kita. :’)
* * *
a short story by Putri Rahma Dian Silahkan Klik Ini untuk info Penulis
Tidak ada komentar:
Posting Komentar