Labels

Senin, 06 Mei 2013

Cerpen : Jaga Aku


Aku melangkah menuju makam yang terletak paling ujung. Aku berlutut di sana, dan membersihkan rerumputan kecil yang tumbuh. Lalu kutaburkan bunga segar yang tadi kubeli. “hai .. adinda .. hari ini, kanda datang..” kataku sambil mencium nisan nya. Aku menyapanya dan mendoakannya dengan khusyuk. Setahun sudah setelah kepergiannya. Aku terdiam, mengingat masa – masa bersamanya. Apa lagi, kesalahan terakhirku padanya, yang mungkin benar – benar tak patut di maafkan.
* * *
“aku punya alasan untuk itu semua !” kataku padanya. Aku menyudahi semua ini SEKARANG. Sebelum semuanya lebih jauh. Dan aku akan sulit serta tersiksa saat harus meninggalkannya nanti. Karna cepat atau lambat, aku pasti akan berpisah darinya. Dia hanya terdiam. Matanya menerawang lurus ke depan. Tangannya menggenggam. Aku tau, ini pasti berat untuknya, tapi, lebih baik ini terjadi sekarang, dari pada nanti saat aku harus benar – benar pergi darinya. Dan sebelum lebih banyak lagi kenangan indah yang tercipta, dan aku akan semakin berat melepasnya.
Aku tanpanya. Mungkin terlihat biasa saja. Aku berusaha menjalani hari – hariku tanpa ada yang bisa membaca atau pun menebak suasana hatiku. Tiga bulan lebih aku seperti itu. Hidup seperti biasa, padahal hatiku sangat merindukan hadirnya. Dia ? dia masih tetap hadir dalam hari – hariku. Masih menjaga perasaannya padaku. Bahkan ia memohon untuk kembali padaku. Aku hargai perasaannya yang merindukanku. Sesungguhnya aku pun begitu. Namun, aku tak ingin membuatnya banyak berharap. Jadi aku putuskan untuk bersikap sedikit dingin padanya. Agar ia mudah untuk melepasku.
Di saat ujian akhir pun, dia selalu memberiku semangat. Mengirimiku do’a dan mencurahkan perhatiannya padaku. Jujur, itu lah yang membuatku memilihnya untuk mengisi hatiku. Ia tau, apapun yang membuatku tidak nyaman. Ia selalu mengingatkanku tentang semuanya. Ia tau bahwa aku tak bisa kedinginan, aku tak menyukai ayah tiriku, aku suka es krim dan chiki, aku suka bermain basket, bola kaki, capoera, semuanya, dia tau itu. Tapi, walau begitu, aku tetap harus meninggalkannya, sebelum aku larut lebih jauh dalam rasa cintaku, dan tak mampu bahagia karnanya.
Hingga tiba saat nya aku harus pergi. Benar – benar meninggalkan semuanya. Aku sudah mengikuti tes di Universitas yang aku inginkan. Dan hasil nya pun, Alhamdulillah, sesuai dengan yang aku harapkan. Dan Alhamdulillah, aku mendapatkan beasiswa. Dua minggu lagi, aku akan berangkat ke Bandung, dan menetap di sana. Dia ? bagaimana dengan dia ? aku sudah tak lagi melihatnya. Dan tak lagi mendapat kabar darinya. Aku terlalu sibuk untuk persiapanku masuk ke Universitas yang sedari dulu aku damba kan. Sehingga untuk menanyakan kabarnya pun, aku tak sempat.
Malam itu, saat aku sedang bersantai di kamar, sambil bermain gitar, ponselku bergetar. Dan ternyata, dari nomor yang tak kuduga. “fita” sahabat nya tiba – tiba menelfonku. Aku terdiam sejenak. “ada apa ini ?” batinku. Aku segera mengangkat telfon itu.
“halo ?”
“halo. Kak Ilham..” kata seseorang di seberang sana.
“iya.. kenapa ?” Tanyaku.
“ini Fita. Hmmm .. Itu, Luna kak.”
“iya. Kenapa dia ?”
“Luna malam ini operasi kanker. Dia minta, sebelum dia operasi, dia mau ketemu sama kakak.”
“Operasi ? kanker ? yang bener aja !” kataku tak percaya.
“Iya kak. Dia punya penyakit kanker. Panjang ceritanya. Yang penting sekarang ke sini dulu. Di Rumah sakit M. DJAMIL. Kami tunggu.” Katanya padaku. Lalu tiba – tiba sambungan telfon itu putus.
Aku tak percaya hal itu. “Bagaimana bisa aku tak mengetahuinya ? kenapa dia tak pernah memberitahuku ? paling ini hanya main – main.” batinku. Aku pun memutuskan tetap bermain gitar. Setengah jam kemudian, ponselku kembali bergetar. Kali ini dari randi, sahabatku.
“Halo bro ! Ada apa ?”
“Lo lagi di mana ?”
“Di kamar nih, sama gitar gue, kenapa emang ?”
“Lo gila ha ?  Lo bener – bener jahat, atau apa sih, lo gak tau keadaan Luna gimana sekarang ?”
“Ha ? Luna ? Maksud lo ?” ini membuat ku semakin bingung.
“Yang penting lo ke M. DJAMIL sekarang.” Katanya memerintahku, dan sama seperti tadi, tiba – tiba sambungan telfon itu terputus.
Aku segera mengganti celana, dan meraih jaket. Secepatnya aku melesat ke M.DJAMIL. kurang lebih butuh waktu setengah jam untuk sampai ke M.DJAMIL dari rumahku. Aku terus berpikir, apa yang sebenarnya terjadi. Seakan yang aku jalani ini hanya lelucon.
Aku sampai di M.DJAMIL dalam waktu 20 menit. Hal ini membuatku gila. Segera aku menuju ke tempat randi berada. Tapi ternyata, dia sudah dioperasi dari setengah jam yang lalu. Aku terlambat, karna kebodohanku tersebut. Dan karna kebodohan itu pula lah, aku tak bisa melihatnya untuk yang terakhir kali. Operasinya gagal. Dia tak pernah bercerita tentang penyakit kanker otak yang di deritanya. Dan akhirnya, dia lah yang benar – benar pergi meninggalkan ku.
* * *
“Hey..” seseorang menepuk pundak ku. “Udah satu tahun bro ! Jaga dia tetap hidup dalam hati lo.” Ucap seseorang itu yang ternyata randi. Aku hanya tersenyum getir, menyesali semua nya. Namun, apa boleh buat ? Semua sudah terjadi. Harusnya, aku bisa membahagiakannya, sebelum akhirnya kita benar – benar terpisah. Belum tentu apa yang ada di pikiran saat ini, akan sama dengan apa yang direncanakan Tuhan. Hanya saja, ada baiknya kita menjaga seseorang itu, selama kita masih di beri kesempatan menjaga dan menyayanginya. Sebelum dia yang akan benar – benar pergi meninggalkan kita. :’)
* * *

a short story by Putri Rahma Dian Silahkan Klik Ini untuk info Penulis

Tidak ada komentar:

 

Translate

Cari Blog Ini

We Wish

Jika Kalian mengunjungi blog ini,tolong tinggalkan komentar unruk mengetahui seberapa menariknya blog ini makasih ^^