Labels

Jumat, 31 Mei 2013

Cerpen : Grand Duchess Natalya


Grand Duchess[1]!!!” teriak Bibi Olga—adik dari Permaisuri Svetlana pada Natalya. Natalya tidak menghiraukan teriakan bibinya dari teras istana. Ia sibuk mengayun-ayunkan  pedang yang ia pegang.
 Grand Duchess Natalya! Mohon dengarkan aku! Raja!!” teriaknya lagi dengan memohon agar Natalya menghentikan latihannya. Ayunan pedangnya yang berkilau karena sinar matahari terhenti sejenak. Ia memanggil pengawal, dan menyuruhnya untuk meletakkan pedangnya di tempat penyimpanan. Ia melepas pengaman tubuh yang ia kenakan selama latihan, dan berjalan mendekati bibinya.
“Ada apa?” tanyanya terlihat heran. Bibi Olga segera membawanya ke kamar, dan mengunci pintu kamar rapat-rapat. Ia tidak ingin seorangpun mendengar pembicaraannya.
“Pergi dari istana ini secepatnya.” perintahnya dengan berat hati. Ia memeluk Natalya, dan melingkarkan bandul bermutiara merah di lehernya.
“Kelompok Donskoi  telah menghianati keluarga kerajaan. Satu-satunya yang ia inginkan adalah bandul ini.” ucap Bibi Olga sambil menunjuk bandul yang telah dikalungkannya.
“Pergilah.“ ucapnya lagi, dan memeluk Natalya untuk terakhir kali. Natalya mempererat pelukannya pada bibi—orang yang mengerti bagaimana dirinya. Ia tahu, lambat laun semua ini akan terjadi. Ia  mengambil pedangnya, dan pergi meninggalkan istana—tempat kelahirannya—tempat ia menaruh harapan yang kuat pada dirinya. Ia mempercepat langkahnya, karena sekelompok laki-laki berjubah hitam berlari mengejarnya—suruhan Donskoi.
***
Natalya Ivanovna Zakharin—putri tunggal dari Tsar[2]  Ivan, dan Permaisuri Svetlana. Natalya terlahir dari keturunan bangsawan dengan kehidupan istana yang serba mewah. Ia tidak pernah tahu bagaimana kekejaman, dan kesadisan keluarga kerajaan. Hingga ia berumur 20 tahun barulah ia mengetahui kejamnya politik istana, ketika keluarga harus saling membunuh.
Donskoi—adik kandung dari Tsar  Ivan yang berniat menggulingkan ayahnya dari tampuk kekuasaan. Hal ini dikarenakan ayahnya tidak mempunyai keturunan laki-laki yang bisa menggantikan kursi seorang raja. Donskoi juga takut jika Natalya menikah, karena kursi kerajaan akan berpindah pada suaminya. Donskoi mempermudah ambisinya dengan bersikap licik, dan menghalalkan segala cara agar ia bisa mempengaruhi ayah dan ibunya. Donskoi yang mewarisi kekuatan nenek buyutnya mampu mencuci otak siapa saja, dan dengan mudah  meminta apa yang ia inginkan. Bibi Olga telah mengetahui kebusukan hati Donskoi jauh sebelum ia lahir. Bibi Olga juga memiliki kekuatan magis yang mampu membaca pikiran orang lain. Karena hal itulah ia disuruh meninggalkan istana, karena Bibi Olga tidak ingin dirinya ikut teracuni oleh pencucian otak Donskoi. Semua yang diinginkan Donskoi—kursi kerajaan terletak di dirinya—bandul merah yang dikalungkan Bibi Olga padanya.
***
Ia melarikan diri ke hutan,  dan melewati Pegunungan Ural yang terjal. Ia berharap suruhan Donskoi tidak akan mencarinya hingga ke sini. Haripun semakin larut, dan ia kehabisan tenaga untuk melanjutkan pelariaannya. Ia menyusuri semak belukar yang tinggi, dan tersenyum ketika melihat gubuk tua di tengah hutan.
Ia memasuki gubuk tua itu sambil berdeham, berharap ada seseorang yang menyadari kedatangannya. Namun, ia tidak menemukan seorangpun di dalamnya. Tidak ada yang istimewa dari gubuk tua itu. Hanya ada satu tempat tidur dari rotan, tempat makan, dan lampu minyak yang masih menyala. Ia berjalan ke belakang gubuk, dan menemukan perlengkapan pedang tersusun rapi. Ia menyentuh beberapa pedang yang menurutnya pernah ia gunakan. Ia ingin berjalan lebih jauh ke belakang, tetapi seseorang mengejutkannya.
“Siapa kau?” ucap laki-laki itu lantang, sambil mengeluarkan pedang  untuk berjaga-jaga. Spontan ia pun mengeluarkan pedangnya. Ia tidak menjawab, karena laki-laki itu telah menyerangnya. Ia dengan sigap memainkan pedangnya dengan mahir. Tetapi karena terlalu lelah untuk bertarung, pedangnya terjatuh. Laki-laki itu menyandarkannya ke dinding, dan mengarahkan pedang  ke lehernya.
“Siapa kau?” tanyanya sekali lagi. Natalya mengeluarkan bandul merah yang ia sembunyikan di balik bajunya. Tiba-tiba laki-laki itu menjatuhkan pedangnya.
Grand Duchess?” Matanya melebar, dan segera berlutut di hadapan Natalya.
“Bagaimana Putri bisa ada di sini?” tanya laki-laki itu dengan nada bersalah. Ia hanya diam, sambil meminum apa yang diberikan laki-laki itu.
“Maafkan aku, Putri. Aku sungguh tidak tahu Putri. Maaf.” ucapnya berlutut sekali lagi. Natalya meraih tangannya, dan tersenyum padanya.
 “Lindungi aku di sini. Titahku padamu.” perintahnya.
***
“Sebenarnya aku sudah mengetahui rencananya, Putri.” ucap Yacht—laki-laki di gubuk tua. Ia tampak terkejut, dan mengisyaratkan agar Yacht melanjutkan ceritanya.
“Donskoi itu orang kuat, Putri. Apapun bisa dilakukannya. Beberapa tahun yang lalu, ia mengajakku berkerjasama untuk menggulingkan Tsar.” lanjutnya.
“Kau kenal Donskoi?” tanyanya agak meninggi.
”Tentu, Putri. Aku telah berkerja selama 10 tahun untuk pembuatan pedang kerajaan. Karena kepandaianku membuat pedang, ia ingin merekrutku untuk memperlancar ambisinya.” Natalya mengangguk-angguk paham. Sekarang ia mengerti kenapa banyak pedang di belakang gubuk.
“Aku juga sering melihat Putri latihan pedang.” tambahnya sedikit menyeringai. Natalya menatapnya tajam, dan Yacht segera menunduk.
 “Maaf, Putri. Aku lancang.”
“Ceritakan padaku lebih banyak tentang Donskoi, bisa?” Ia ingin mengetahui lebih banyak tentang Donskoi yang tega menghancurkan keluarganya. Yacht mengangguk, dan berdiri untuk mengambil sebuah buku yang usang. Ia membuka buku tersebut, dan mengeluarkan secarik kertas yang tak kalah usangnya. Ia memberikan pada Natalya.
“Bacalah.” suruhnya.
Ya Proklinayu tebya[3]
“Ini buku harian Donskoi. Aku tidak sengaja menemukan ini di kamarnya, ketika ia mengundangku untuk minum teh bersama. Karena penasaran aku pun mengambil, dan membacanya.” ucap Yacht menjelaskan identitas buku yang ia pegang. Ia hanya diam mendengarkan penjelasan Yacht yang menurutnya sangat penting.
“Seperti yang tadi kukatakan, ia sangat kuat. Bahkan ia bisa membunuh tiga orang saudara laki-laki Putri ketika dalam kandungan.” Matanya melebar, dan berusaha menahan emosinya yang kian meluap pada Donskoi.
“Donskoi bisa menerawang bayi yang dikandung oleh ibumu, Putri. Makanya, ketika ia tahu bayi yang dikandung ibumu perempuan, ia tidak membunuhnya.” ucapnya sambil menatap sekilas wajah Natalya yang terlihat emosi.
“Target selanjutnya, Putri, dan bandul merah itu.” ucapnya sambil menunjuk bandul merah Natalya. Ia menutup bukunya, dan meletakkannya di meja.
“Percayalah, Putri. Semuanya akan baik-baik saja. Aku akan membantumu, Putri. Aku setia pada Tsar Ivan.” Ia  menengadah, melihat sosok laki-laki yang begitu saja hadir di atas masalahnya. Emosi yang tadinya meluap, perlahan menjadi sebuah tangisan.
“Aku ingin mereka kembali. Keluarga yang utuh.” ucapnya miris. Ia menunduk, menyembunyikan air matanya karena malu. Yacht seketika berlutut di depannya, dan melihat wajahnya.
“Maaf, Putri. Aku lancang.” ucap Yacht sambil menghapus air matanya, lalu memeluknya—memberikan kekuatan padanya.
***
“Mau kemana?” tanyanya ketika terbangun. Yacht mengesampingkan tas rotannya, dan  berjalan ke belakang mengambil pedang.
“Aku mau pergi ke pasar, Putri. Tidak mungkin aku tidak membuatkanmu makanan.” ucapnya masih mengambil barang-barang yang perlu dibawanya.
 “Aku ikut.” Yacht menatapnya sesaat dengan skeptis.
“Aku takut Putri tertangkap oleh suruhan Donskoi.” larangnya.
 “Aku pinjam bajumu untuk menyamar. Aku juga ingin ke istana, memastikan keadaan keluargaku.” ucapnya bersikeras. Yacht menghela napas, lalu masuk ke dalam mengambil beberapa pakaian. Ia  mengenakan baju kaus abu-abu yang lusuh, dan celana selutut warna hitam.
“Pakai ini, Putri.” suruhnya sambil memberikan  topi berwarna hitam. Yacht melihat penampilannya yang terlihat janggal—kemungkinan ditangkap suruhan Donskoi masih besar.
“Apa ada yang salah?” tanyanya gugup diperhatikan.
“Maaf, Putri.” ucap Yacht takut.
“Ya?”
 “Bolehkah?” tanyanya memberi isyarat pada rambut Natalya. Ia hanya mengangguk memberi izin. Yacht maju beberapa langkah ke belakang Natalya. Ia melepas topi hitam itu, dan meraih rambut pirang Natalya yang panjang. Ia mengikat rambut Natalya dengan lembut, dan menyembunyikannya di balik topi. Sesaat ia terpaku akan perlakuan, dan perhatian yang lembut dari Yacht.
“Sudah Putri. Kita pergi sekarang jika tidak ingin kembali terlalu larut.” ajak Yacht membuyarkan lamunannya.
“Tetap berada di belakangku, Putri. Jika takut, pegang tanganku.” Ia mengangguk, dan kembali menyusuri hutan belantara bersama Yacht—seseorang yang tiba-tiba ingin direngkuhnya.
***
Natalya mengikuti setiap langkah Yacht mengitari pasar di dekat istana yang sesak. Ia mengedarkan pandangan ke semua penjuru, hanya untuk memastikan  laki-laki berjubah hitam suruhan Donskoi tidak berada di sini. Namun, kerongkongannya tiba-tiba tercekat ketika melihat laki-laki berjubah hitam berjalan mendekatinya. Spontan ia mengenggam tangan Yacht.
 “Tenanglah.” ucapnya sambil tersenyum, dan melambai pada laki-laki berjubah hitam yang ingin menemuinya. Ia dengan segera menurunkan topinya agar wajahnya tidak terlihat oleh suruhan Donskoi
“Apa kabar?” tanya Boris—salah satu suruhan Donskoi. Yacht hanya tertawa ringan, dan berusaha bersikap sebiasa mungkin.
“Siapa?” tanyanya lagi.
“Aku menemukan gadis ini di tengah pasar. Ia buta.” jelasnya.
“Apa kau sudah tahu berita kaburnya Putri?” tanyanya  lagi. Yacht menggeleng, dan berusaha menekan pertanyaan Boris.
“Aku harus pergi ke istana sekarang. Donskoi sudah menungguku.” ucapnya mengakhiri pembicaraan, dan berlalu meninggalkan laki-laki berjubah hitam.
“Makasih.” ucapnya sambil melepas pegangan tangan. Yacht hanya tersenyum, dan melanjutkan perjalanan menuju istana.
“Apa Putri yakin mau masuk?” tanya Yacht cemas. Ia mengangguk yakin, dan menyuruh Yacht  untuk menunggu di luar. Seketika Yacht menggeleng tidak terima.
“Aku ikut. Setidaknya aku berjalan di belakangmu, Putri. Izinkan aku.” pintanya.  
Natalya dan Yacht mengendap-endap memasuki istana. Ia  memasuki sebuah ruangan, lalu menguncinya.
“Kenapa ke sini?” tanya Yacht heran. Natalya memberi isyarat agar ia diam tanpa bertanya. Ia sudah hidup bertahun-tahun di istana, tentu ia tahu labirin-labirin yang sengaja dibuat oleh para leluhurnya. Ia menyingkap karpet merah di lantai, dan menemukan pintu bawah tanah berlapis baja. Ia menggeser lempengan baja itu, dan  menyuruh Yacht untuk turun duluan.
 “Ini tembus kemana?” tanya Yacht yang tetap berjalan di belakangnya.
“Kamar Bibi Olga, aku butuh bicara dengannya sekarang.”
Natalya mengetuk-ngetuk setiap dinding yang ada di atasnya. Tiba-tiba ia mendengar langkah kaki seseorang di sekitar dinding tersebut. Ia mengetuk dinding itu sekali lagi.
Grand Duchess Natalya? Apa itu kau?” tanya suara yang sangat ia kenal.
“Jika itu benar kau, ketuk dinding itu tiga kali.” ucapnya lagi. Ia mengetuk dinding seperti yang diperintahkan bibinya. Sesaat setelah itu, dinding yang diketuknya berubah menjadi sebuah lubang. Ia bisa melihat bibinya menangis dari bawah, sambil mengulurkan tangan untuk membantunya naik ke atas. Ia memeluk Natalya, dan mencium kening keponakannya.
“Dengan siapa?” tanyanya penasaran. Yacht muncul dari bawah, dan membuat senyum Bibi Olga terkembang.
” Yacht?” Yacht menerima pelukan dari Bibi Olga. Ia merasa bersyukur Natalya bertemu dengan Yacht. Setidaknya ia lebih merasa aman karena Natalya dilindungi oleh laki-laki itu.
“Yacht tangan kananku, Grand Duchess.” ucapnya yang mengerti akan kebingungan Natalya. Senyum hangat yang ia berikan ketika Yacht muncul seketika memudar. Ia memeluk Natalya—lagi.
“Ia terlalu kejam. Ia membunuh ibumu kemarin.” ucapnya mempererat pelukan pada Natalya.
“Ia meracuni minuman ibumu dengan senyawa sulfat.” tambahnya. Pelukan Natalya melonggar seketika. Tubuhnya lemah, dan terjatuh ke lantai. Yacht dengan segera meraih tubuhnya, dan memeganginya dari belakang.
“Ibuuuu...” lirihnya sambil menangis tak kuasa menahan sakit di dadanya.
 “Haruskah berakhir seperti ini keluargaku, Bi?” Ia menengadah menatap bibinya yang lebih terlihat rapuh.
***
Yacht menggendongnya keluar istana, sampai menyusuri hutan. Ia tetap menggendong gadis yang terlihat sangat hancur di matanya.
“Apa kau capek menggendongku?” tanyanya lemah. Yacht menggeleng, dan mempercepat langkahnya menuju gubuk tua.
“Apapun akan kulakukan, Putri. Akan kulakukan untukmu. Aku ingin mendampingimu, Putri.”
Yacht menurunkannya ketika tiba di depan gubuk. Ia menyuruh Natalya untuk masuk, dan istirahat.
“Bisakah kau juga masuk. Aku takut.” lirihnya. Ia menuruti perintah Natalya, dan meminta maaf atas kelancangannya mengenggam tangan Natalya—lagi.
 Grand Duchess Natalya keluar!! Aku tau kau ada di dalam.” teriak seseorang di luar gubuk. Ia terbangun ketika Yacht menepuk-nepuk punggungnya. Ia hendak berdiri, namun dicegah oleh Yacht.
“Biar aku yang keluar, Putri.” ucapnya. Ia mengintip dari lubang pintu yang sengaja dibuatnya.
“Donskoi dan suruhannya.”
Ia tersandar ke dinding, dan dengan sigap mengambil pedangnya. Ia berlutut di hadapan Natalya.
“Maafkan aku, Putri. Aku tidak bisa melindungimu.”
Ia  menggeleng tidak setuju akan pernyataan Yacht. Intuisinya mengatakan bahwa ia harus melakukan itu. Ia memeluk Yacht—berharap akan ada kekuatan untuknya dari laki-laki itu.
 “Aku ikut.”
Yacht keluar bersama Natalya yang siap dengan pedangnya. Yacht mengenggam tangannya—alih-alih takut kehilangan gadis itu.
“Kau?” ucap Donskoi memandangnya jijik.
“Dasar bodoh! Kau lebih memilih berada di samping Grand Duchess yang tolol ini, dibanding bersamaku? Hahaha.” ucapnya masih berargumen. Ia berjalan mendekati Natalya, tetapi Yacht menghadapkan pedangnya di depan Donskoi.
“Jangan pernah sentuh dia.” ucapnya lantang hingga membuat semua suruhan Donskoi tertawa.
” Kau ingin melindungi gadis tak berkeluarga ini?” ucapnya dengan memiringkan wajah kepada Natalya. Natalya membulatkan matanya, menahan amarah pada Donskoi.
“Aku bukan orang yang bodoh! Aku telah menghabisi ayahmu,ibumu, bahkan bibimu yang kurang kerjaan menjagamu. Sekarang, tinggal kau! Aku butuh apa yang ada di lehermu, Natalya.” jelasnya penuh ambisi yang menggebu-gebu.
 Donskoi mengeluarkan pedangnya, dan menyerang Yacht. Natalya juga ikut menghabisi satu persatu anak buah Donskoi dengan pedangnya. Kesadisan Donskoi, membuatnya mampu membunuh lebih gampang. Namun, perjuangannya terhenti ketika pedang Boris tepat mengenai hulu hatinya. Darah segarpun keluar dari mulutnya. Ia tersungkur ke tanah, dan terkulai lemah tak berdaya.
“Putri!!!!” teriak Yacht yang sayup-sayup terdengar olehnya. Ia berlari menggapai tubuh Natalya yang berlumuran darah.
“Yacht.. tolong aku.” pintanya menahan sakit. Tangannya terkepal penuh amarah yang membabi buta. Ia mengambil pedang yang terjatuh di tanah, lalu menatap satu persatu suruhan Donskoi, dan tuannya sendiri. Ia menyerang tanpa ampun menghabisi semuanya. Ia memenggal, bahkan menghunuskan pedangnya pada anak buah Donskoi.
“Hahaha. Apa ini karena kau mengabdi padanya, atau karena cinta?” olok Donskoi. Tanpa pikir panjang Yacht menerjangnya, dan tepat menghunuskan pedang  mengenai jantungnya.
“Aku mencintainya.”
Ia berlari ke tempat Natalya yang sekarat. Darah di tubuhnya tak kunjung berhenti. Yacht tidak tahu harus berbuat apa. Ia meraih tubuh lemah Natalya, dan memeluknya penuh kepedihan.
 “Maaf. Maaf aku tidak bisa melindungimu.” ucapnya menangis.
“Maaf Natalya.”
Natalya menengadah, menatap matanya yang basah, lalu mengusap pipi laki-laki tersebut. Ia mengeluarkan bandul merah yang diincar oleh Donskoi. Ia melepas bandul tersebut dari lehernya, dan mengalungkannya  pada Yacht.
“Aku titip harapanku, dan harapan keluargaku padamu, Yacht. Kau satu-satunya orang yang ingin kurengkuh untuk bersamaku. Namun takdir tak mengizinkannya. Terimakasih. Aku mencintaimu.” Matanya perlahan menutup, dan hanya menyisakan luka yang dalam untuk Yacht serta keluarga Zakharin.
*** theend


[1] Grand Duchess adalah panggilan yang sama untuk putri.
Panggilan ini diyakini oleh orang-orang di Eropa lebih tinggi derajatnya dari putri.
Kerajaan-kerajaan di Rusia banyak memanggil nama putrinya dengan panggilan ini.
Seperti keluarga Romanov-Tsar Nicholas II
[2] Tsar adalah panggilan yang sama untuk raja. Pada zaman kerajaan Rusia,
Rusia dikepalai oleh kepala negara bernama Tsar.
[3] Aku mengutukmu

Tidak ada komentar:

 

Translate

Cari Blog Ini

We Wish

Jika Kalian mengunjungi blog ini,tolong tinggalkan komentar unruk mengetahui seberapa menariknya blog ini makasih ^^